i just want to let you know

Tumbuh besar dan menjadi dewasa itu melelahkan. Terus-terusan diterpa hal baru yang harus dilalui tanpa tau bagaimana proses dan akhirnya, itu menjemukkan, bagiku. Semoga hal yang sama tak terulang padamu. 

Adikku yang kusayang.
Tidak seperti mbakmu, kehadiranmu bukanlah hal yang benar-benar kuharapkan. Memiliki adik ternyata tidak semenyenangkan itu—dan bahkan jadi suatu hal yang melelahkan untukku. Aku dituntut ini dan itu, harus jadi gini dan gitu. Memiliki adik lagi adalah mimpi buruk. Bebanku pasti bertambah. Namun, seiring berjalannya waktu, aku menikmati kehamilan ibu. Hubungan kami tidak baik kala itu dan aku berharap kehamilan ibu akan merubah segalanya. Kehadiranmu di dunia, kemudian, menjadi harapan baru untukku.

Aku tidak mengerti kenapa memiliki adik begitu menyenangkan. Entah karena kamu bukan adik pertamaku atau aku memang di usia yang cukup untuk memiliki adik. Kehadiranmu benar-benar merubah duniaku. Adikku yang lucu. Adikku yang menggemaskan. Setiap melihatmu, yang kuinginkan hanya bisa melindungimu dengan sebaik mungkin. Bagaimanapun caranya. 

Dua bulan setelah kelahiranmu. Gunung Kelud meletus. Rumah kita kena dampak besar. Kekhawatiranku meningkat. Kamu masih kecil sekali dan keluarga kita waktu itu masih peralihan dari pindah ke Kediri. Benar saja, kamu yang masih kecil terombang-ambing kesana kemari untuk mengungsi. Kala pertama ke Surabaya, kamu pun terus-terusan menangis. Tidak nyaman. Anak sekecil kamu waktu itu harus menghadapi bencana sebesar itu. Syukurlah. Kita selamat dan perlahan ekonomi orang tua kita membaik. Kamu adalah rezeki dari Allah, Dek. Rezeki yang besar.

Aku ingat sekali waktu itu adalah pertama kali kamu mengalami kecelakaan (entahlah, sepertinya gen kita memang harus kecelakaan berat minimal sekali). Aku sedang keluar untuk kerja kelompok dan saat aku mendengar kabar itu, aku langsung bergegas pulang, bersepeda dengan kencang sembari menangis sesegukan. Pikiranku kacau. Aku membayangkan yang tidak-tidak. Sesampainya di rumah, tangan kananmu sudah melepuh. Aku menyalahkan diriku. Kenapa aku tidak bisa melindungi adikku? Namun, aku tetap bersyukur dengan kenyataan bahwa kamu masih sehat dan perlahan lukamu sembuh. Meskipun aku ikutan meringis setiap kali kamu menangis kesakitan. 

Melihatmu tumbuh itu begitu menyenangkan. Melihatmu pertama kali tengkurap hingga berjalan, melihatmu pertama kali bisa bicara hingga memanggil namaku, melihatmu mulai masuk sekolah, hingga melihatmu saat kesenangan memakan sesuatu yang kamu inginkan. Menyenangkan. Namun, dunia ini jahat. Melihatmu tumbuh itu menakutkan. Melihatmu dituntut untuk ini dan itu turut membuatku sesak. Melihatmu di cela dan kerap dilabeli sesuka mereka membuatku marah. Melihatmu dibatasi saat melakukan hal yang kamu suka membuatku lelah. Menakutkan. 

Keinginanku untuk selalu melindungimu mungkin tak akan terlaksana dengan benar. Meski kuupayakan dengan sangat, ada kalanya aku kecolongan. Meskipun begitu, aku akan tetap berusaha. Aku akan berusaha membuatku nyaman di dunia ini. Aku akan berusaha membuat dunia ini lebih ramah untukmu. 

Aku akan selalu merengkuhmu. Aku akan selalu memelukmu.


I wrote this while listening to "I Choose" by Alessia Cara.
I can't continue writing this... I'll continue later.

Komentar